Minggu, 31 Maret 2024

Gemerlap Alkid (Alun-Alun Kidul) di Malam Hari

 

Becak cinta, sumber foto : detik.com

Yogyakarta merupakan kota yang memiliki dua alun-alun di dalamnya. Biasa disebut dengan alun-alun lor dan alun-alun kidul. “Lor” adalah Bahasa Jawa untuk Utara sedangkan “kidul” adalah Bahasa Jawa untuk Selatan. Nah, kemeriahan malam hari Kota Yogyakarta berada di Alun-Alun Kidul yang menjadi salah satu tempat wisata favorit.

Sebelum menceritakan tentang gemerlapnya Alun – Alun Kidul yang disebut dengan Alkid, ada baiknya sedikit belajar sejarah tentang keberadaan alun-alun. Alun – alun lor berada di sebelah Utara Kraton Yogyakarta sehingga bisa dianggap sebagai halaman depan Kraton. Luasnya lebih besar dibandingkan dengan alkid. Namun keduanya memiliki pohon beringin kembar yang terkurung (ringin kurung) di tengahnya. Selain itu persamaan berikutnya adalah alas dari keduanya berupa pasir. Alun-alun Utara digunakan sebagai tempat berlangsungnya kegiatan Kraton. Pada zaman dahulu, Alun – Alun Utara merupakan tempat dimana rakyat melakukan “tapa pepe” (berjemur memakai baju putih) sebagai bentuk protes terhadap ketidakadilan yang dirasakan.

Alun – Alun Kidul, memiliki luas yang lebih kecil daripada Alun – Alun Utara. Terletak di sebelah Selatan Kraton dan segaris lurus dengan Alun – Alun Utara sehingga bisa dianggap sebagai halaman belakang Kraton. Dahulu kala, Alkid digunakan sebagai tempat latihan para prajurit Kraton dan tempat persiapan acara Grebegan. Di bagian Timur terdapat kandang gajah milik Kraton Yogyakarta.

Sekarang Alkid menjadi tempat wisata sederhana bagi masyarakat. Ada tiga macam kegiatan yang bisa dilakukan di Alkid untuk melepas lelah. Antara lain masangin, duduk santai sambil makan lesehan dan mengayuh becak cinta.

Masangin

Masangin, Sumber foto : https://jogja.tribunnews.com/


Masangin merupakan singkatan dari masuk dua beringin. Pengunjung harus berjalan sejauh 20 meter melewati ringin kurung dengan mata tertutup. Mitos yang berkembang di masyarakat adalah tercapainya keinginan apabila berhasil melewati ringin kurung. Semakin banyak warga Jogja yang mendengar mitos ini membuat masangin makin viral bahkan sampai ke wisatawan mancanegara.

Namun, apakah mudah untuk memasuki ringin kurung dengan mata tertutup? Ternyata tidak segampang yang kita kira. Tidak sedikit pengunjung yang gagal berjalan lurus. Seringkali mereka justru belok ke kanan maupun ke kiri padahal mereka merasa berjalan lurus. Mitosnya hanya pengunjung yang memiliki hati bersih dan orang yang tulus yang berhasil melewati ringin kurung.

Apabila tidak membawa kain untuk menutup mata, pengunjung bisa menyewa tutup mata yang disediakan di titik mulainya masangin. Tarif persewaannya sebesar Rp. 5.000,-, jadi tidak ada alasan untuk tidak mencobanya, bukan?

Becak Cinta

Keseruan Alkid tidak hanya berhenti di Masangin. Pengunjung bisa melanjutkannya dengan mengayuh becak cinta. Becak cinta sebetulnya merupakan kendaraan yang bisa dinaiki 4 sampai dengan 8 orang tergantung besarnya kendaraan. Cara berjalannya tidak menggunakan mesin, namun semua penumpang harus mengayuhnya. Kendalinya berada di setir layaknya mobil, dan dilengkapi dengan rem tangan seperti becak tradisional. Becak cinta ini dilengkapi dengan lampu yang menghiasi body kendaraan. Biasanya lampu yang digunakan bebentuk tokoh tertentu di bagian atasnya. Tarif becak cinta berkisar antara 60 sampai dengan 80 ribu untuk satu kali putaran.

Lesehan Berbagai Menu

Lesehan, sumber foto : https://makananindonesia.home.blog/


Selesai masangin dan mengayuh becak cinta, pasti rasa lapar segera mendominasi. Pengunjung tidak perlu khawatir karena di sepanjang trotoar yang mengelilingi alkid terdapat pedagang kaki lima dengan berbagai jenis makanan yang ditawarkan. Mulai dari makanan ringan seperti jagung bakar, pisang bakar, bajigur dan ronde, tersedia pula makanan berat seperti pecel lele, nasi goreng dan sebagainya. Lesehan ini buka sampai tengah malam. Pengunjung bisa menikmati suasana malam Kota Yogyakarta di bawah syahdunya langit Alkid.

Dengan semua keramaian sederhana yang ditawarkan, tidak heran jika Alkid menjadi salah satu tempat wisata favorit di Yogyakarta. Jadi, nikmatilah gemerlapnya Alkid baik bersama keluarga maupun bersama teman-teman.

Kamis, 28 Maret 2024

Keindahan Tamansari, Water Castle Dari Yogyakarta

 

Gapuro Panggung, sumber foto : koleksi pribadi

Tamansari sebagai salah satu komplek Kraton Yogyakarta tentunya menjadi salah satu tempat wisata favorit di Kota Yogyakarta. Setelah mengunjungi Kraton, pengunjung pasti penasaran dengan Tamansari. Begitu juga sebaliknya. Ketika mengunjungi Tamansari, pengunjung pasti penasaran dengan kemegahan Kraton Yogyakarta. Memang Tamansari merupakan satu bagian dengan Kraton yang tidak bisa dipisahkan.

Tamansari adalah tempat rekreasi, pemandian dan pesanggrahan bagi raja dan keluarganya. Arti kata Tamansari adaah taman yang indah. Tamansari didirikan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I pada tahun 1758 sebagai lambing kejayaan Raja Mataram.

Keberasaan Tamansari saat ini merupakan bangunan sisa yang bisa diselamatkan dari gempa yang melanda Kota Yogyakarta tahun 1867. Kemudian dilakukan renovasi mulai tahun 1977 untuk menyelamatkan sisa bangunan yang masih ada. Meskipun hanya merupakan sisa gempa, namun bisa menunjukkan kebesaran budaya Kraton Yogyakarta

Lokasi Tamansari berada sekitar 500 meter arah Barat Daya dari Kraton Yogyakarta. Apabila pengunjung langsung menuju Tamansari bisa menggunakan ojek online, maupun kendaraan pribadi. Namun jika merupakan lokasi lanjutan dari Kraton, maka pengunjung bisa naik becak untuk menuju Tamansari.

Harga tiket masuk wisatawan domestik di area Tamansari adalah Rp. 10.000,- bagi anak usia 2 sampai dengan 12 tahun. Untuk dewasa seharga Rp. 15.000,-. Sedangkan harga tiket masuk wisatawan mancanegara adalah Rp. 20.000,- bagi anak usia 2 sampai dengan 12 tahun. Sedangkan untuk dewasa HTM Rp. 25.000,-. Kalau pengunjung membawa kamera professional selain handphone akan dikenakan tarif di luar HTM dan lebih baik koordinasi terlebih dahulu dengan Kantor Tamansari untuk perijinannya.

Setelah membeli tiket, pengunjung akan masuk ke lokasi Tamansari melalui Gapuro Panggung menuju Pasiraman Umbul Binangun. Di sini terdapat tiga kolam pemandian yaitu Umbul Kawitan, Umbul Pamuncar dan Umbul Panguras. Umbul Kawitan merupakan kolam yang digunakan untuk putra putri raja. Umbul Pamuncar digunakan untuk para selir raja dan berada di Tengah. Kolam yang terpisah disebut Umbul Panguras, merupakan kolam yang digunakan oleh Raja dan memiliki air paling jernih dengan mata air yang paling besar. Diantara Umbul Pamuncar dan Umbul Panguras terdapat menara yang hanya boleh dinaiki oleh Raja. Dalam area Pasiraman Umbul Binangun ini, pengunjung juga bisa menemukan ruangan sauna, dan ruang ganti pakaian bagi raja dan keluarganya.

Pasiraan Umbul Binangun, sumber foto : https://www.starjogja.com/

Umbul Panguras, sumber foto : koleksi pribadi


Perjalanan dilanjutkan menuju Gapuro Hageng yang merupakan gerbang utama raja pada zamannya. Nah, di sini pengunjung bisa memilih rute selanjutnya. Jika pilih ke sebelah kiri akan menuju Pasarean Ledoksari yang harus melewati Gedong Carik dan Gedong Madaran. Pasarean Ledoksari merupakan tempat istirahat bagi Sri Sultan. Terdapat tempat tidur Raja yang dilengkapi dengan aliran air di bawahnya serta ventilasi yang menambah kesejukan alami di dalamnya.

Gapuro Hageng, sumber foto : koleksi pribadi

Pasarean Ledoksari, sumber foto : koleksi pribadi


Apabila pengunjung memilih rute sebelah kanan dari Gapuro Hageng, maka akan menuju Pulo Kenanga dan Sumur Gumuling. Pulo Kenanga merupakan bangunan tertinggi di komplek  Tamansari. Sehingga dapat melihat panorama sekitar Tamansari dan Kraton. Pada masanya, tempat ini digunakan sebagai tempat peristirahatan dan berbagai kegiatan seni. Lokasi di sekitar Pulo Kenanga (saat ini sebagai Pasar Ngasem) dahulu kala berupa segaran atau danau buatan. Sehingga Pulo Kenanga terlihat bagaikan istana mengambang di atas air yang sering disebut sebagai water castle.

Pulo Kenanga, sumber foto : koleksi pribadi


Selain Pulo Kenanga, yang menarik adalah Sumur Gumuling yang digunakan sebagai masjid pada masanya. Terdapat bangungan berbentuk lingkaran berlantai dua. Di pusat lingkaran atau pusat bangunan terdapat empat buah tangga yang saling bertemu di anak tangga teratas. Dari pertemuan anak tangga teratas terdapat satu tangga menuju lantai dua. Di bagian bawah empat tangga adalah tempat untuk berwudlu pada zamannya. Cara untuk menuju Sumur Gumuling adalah melalui terowongan bawah tanah yang disebut dengan urung-urung. Sumur Gumuling (sebelum direnovasi) digunakan oleh KLa Project dalam video klip lagu Yogyakarta. Sayangnya saat ini sumur gumuling tidak dibuka untuk umum.

Sumur Gumuling, sumber foto : https://nationalgeographic.grid.id/

urung - urung, sumber foto : koleksi pribadi

Berkeliling Tamansari membuat kita berdecak kagum dengan kekayaan budaya Yogyakarta. Saran saya, sebaiknya pengunjung membaca sejarah singkat Tamansari sebelum berkunjung. Sehingga ketika guide menjelaskan bisa dimengerti dengan mudah.

Jangan lupa siapkan memori yang besar untuk menyimpan koleksi foto di keindahan Tamansari, ya.

Sekelumit Cerita Dibalik Kebesaran Kraton Yogyakarta

 

sumber foto : https://terasmalioboro.jogjaprov.go.id/

Sebagai salah satu lokasi wisata favorit di Kota Yogyakarta, Kraton memberikan warna tersendiri di dunia pariwisata Yogyakarta. Objek yang disuguhkan di Kraton sungguh mengandung makna yang dalam tentang Kota Yogyakarta baik dari segi sejarah maupun budayanya.

Kraton Yogyakarta didirikan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono I pada tahun 1755 setelah munculnya Perjanjian Giyanti. Perjanjian Giyanti menyebutkan Kerajaan Islam Mataram dibagi menjadi dua yaitu Kasultanan Yogyakarta (dipimpin oleh Sri Sultan Hamengkubuwono) dan Kasunanan Surakarta (dipimpin oleh Susuhunun Paku Buwono). Perjanjian Giyanti dilanjutkan dengan Perjanjian Jatisari yang menghasilkan perbedaan tata cara berpakaian, adat istiadat, tarian, Bahasa, gamelan dan lain sebagainya bagi Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta. Kasultanan Yogyakarta memilih untuk tetap melanjutkan budaya Mataram, sementara Kasunana Surakarta menciptakan budaya baru.

Sebagai istana raja, tentu saja kraton memiliki beberapa jenis bangunan dengan fungsi yang berbeda-beda. Secara garis besar, komplek kraton terdiri dari alun-alun utara, pagelaran & sitinggil lor, kamandungan lor, srimanganti, kedhaton, kemagangan, kemagangan kidul, sitinggil kidul dan alun-alun selatan.

Pada tulisan kali ini yang akan saya sampaikan adalah bagian pagelaran dan sitinggil lor. Sesuai dengan tiket masuk area pertama. Pintu masuk pagelaran dan sitinggil lor berada mepet dengan alun – alun lor. Harga tiket masuknya adalah Rp.15.000,- untuk wisatawan domestik dewasa, dan Rp. 10.000,- untuk wisatawan domestik anak-anak (usia 2 sampai dengan 12 tahun). Untuk wisatawan mancanegara dewasa dikenakan HTM sebesar Rp. 25.000,- dan anak – anak sebesar Rp. 20.000,-

Area pertama yang bisa dikunjungi wisatawan adalah pagelaran. Pada area ini terdapat diorama mengenai tata busana dan adat istiadat raja. Mulai dari tata busana raja ketika masih kecil, ketika sudah dewasa. Terdapat juga tata busana raja dalam masing-masing kegiatan. Seperti kegiatan berburu, kegiatan menerima tamu, maupun kegiatan besar lainnya memiliki tata busana yang berbeda. Melihat diorama ini, pasti pengunjung akan berdecak kagum tentang keragaman budaya di Kraton.

Selanjutnya pengunjung akan memasuki area sitinggil lor. Namun sebelum menapaki anak tangga pertama, di sebelah kanan dan kiri terdapat dua patung abdi dalem dengan ukuran sebesar aslinya. Sangat menarik sebetulnya. Dengan kostum abdi dalem yang dikenakan, pose patungnya adalah duduk bersila. Satu patung di sebelah kanan dan satu patung di sebelah kiri. Akan tetapi, ternyata patung tersebut adalah abdi dalem yang bertugas sebagai eksekutor terpidana.

Patung yang mempunyai kumis tebal bernama Mertolulut. Mertolulut bertugas mengeksekusi hukuman berat seperti hukuman pancung maupun hukuman gantung. Sedangkan untuk hukuman ringan seperti potong jari, atau potong tangan dilakukan oleh abdi dalem Singonegoro. Patung Singonegoro letaknya bersebarangan dengan Mertolulut. Masih dengan ukuran, baju, dan posisi yang sama dengan Mertolulut yang membedakan Singonegoro dengan Mertolulut adalah tanpa kumis. Wah, ternyata tugas dua abdi dalem ini tidak main-main.

Mertolulut (sumber foto : mustanir.net)


Singonegoro (sumber foto : pinterest.com)

Setelah melewati dua patung abdi dalem, pengunjung akan diajak menaiki anak tangga menuju Sitinggil Lor. Sitinggil bisa diartikan sebagai tempat yang tinggi. Dari sitinggil ini, jika memandang lurus ke Utara, dapat terlihat Jalan Malioboro dan juga Tugu Yogyakarta. Tempat ini dahulu digunakan Sri Sultan sebagai tempat untuk memimpin proses atau acara resmi kerajaan.

Selain bangunan pagelaran dan sitinggil, komplek luar Kraton terdapat alun-alun utara dan Masjid Gedhe Kauman. Alun-Alun Utara bisa diartikan sebagai halaman depan Kraton Yogyakarta. Berupa lapangan terbuka dengan dua buah pohon beringin di tengahnya. Saat ini Alun – Alun Lor dikembalikan tatanannya seperti semula, yaitu dengan pagar yang mengelilinginya serta pasir Laut Selatan sebagai alasnya.

Masjid Gedhe Kauman merupakan tempat ibadah raja pada dahulu kala. Saat ini Masjid Gedhe Kauman dibuka untuk umum. Sehingga pengunjung bisa menunaikan ibadah sholat di sini. Pintu masuk masjid berada di sisi barat sebelah utara dari pintu masuk pagelaran.

Nah, itu adalah sekelumit cerita tentang Kraton bagian depan. Sebelum mengunjungi Kraton sebaiknya pengunjung membaca tentang sejarah Kraton. Sehingga ketika guide bercerita tentang segala sesuatunya, pengunjung bisa menerima dan tidak bingung.

Minggu, 17 Maret 2024

Pasar Bringharjo, Pasar Paling Ngetop Dari Jogja

 

sumber foto : https://jogja.tribunnews.com/

Kalau ada yang bertanya pasar apa yang paling ngetop di Kota Yogyakarta, jawabannya pasti Pasar Bringharjo. Ya, pasar yang berada dalam ruas Jalan Malioboro inilah yang paling dicari oleh wisawatan maupun warga Jogja sebagai salah satu tempat wisata favorit di Kota Yogyakarta. Bahkan warga asli Jogja yang sedang merantau, pasti akan selalu mampir Pasar Bringharjo ketika berada di Kota Yogyakarta.

Asal mula nama Bringharjo sendiri terdiri dari beberapa versi. Namun, secara garis besar nama Bringharjo terdiri kata “bring” yang artinya pohon beringin dan kata “harjo” yang  artinya mensejahterakan. Memang lokasi pasar ini dahulu kala banyak ditemukan pohon beringin. Selain itu fungsi dari pasar ini adalah untuk tempat jual beli sejak zaman Sri Sultan Hamengkubuwono I.

Pasar Bringharjo ini memiliki bangunan yang sangat luas yang dipisahkan oleh sebuah jalan tembus sisi Utara ke sisi Selatan. Bangunan sebelah Barat, memiliki beberapa pintu masuk. Pintu masuk utama berada di sisi Barat yang langsung menghadap Jalan Malioboro. Biasanya ini adalah pintu masuk favorit pengunjung terutama yang berasal dari luar Jogja. Pintu masuk berikutnya yang sama lebarnya dengan pintu Barat adalah pintu Timur yang berada pada jalan tembus Utara dan Selatan. Selain itu ada pula pintu masuk Utara dan Selatan yang tidak selebar pintu Barat dan Timur.

Untuk bangunan sebelah Timur, terdapat pintu masuk bagian Barat yang berhadapan dengan pintu masuk Timur bangunan sisi Barat. Selain itu terdapat pintu masuk sisi Utara dan Selatan yang tidak selebar pintu masuk sisi Barat.

Bangunan sisi Barat menjual batik, dan oleh-oleh. Batik yang dijual mulai dari kain batik, kain lurik, gorden, sprei, baju siap pakai, surjan, blangkon, sarung bantal dan taplak meja kursi tamu. Untuk oleh-oleh yang dijual ada bakpia, geplak, dan aneka camilan ringan. Selain itu terdapat juga sandal, dan sepatu di sisi Selatan. Pada pintu masuk bagian Barat terdapat makanan siap saji yang bisa disantap saat itu. Mulai dari pecel, gudeg, sate kronyos, dan dawet. Bangunan sisi Timur menjual aneka kebutuhan pengantin, souvenir, dan jamu rebusan. Bahkan untuk penggemar barang antik, dapat ditemui di bangunan sisi Timur ini.

Selain bangunan utama yang berada di sisi Barat dan Timur, ada pedagang yang berada di pinggir bangunan pasar yang sangat sayang jika dilewatkan. Di sisi Utara bangunan sebelah Barat terdapat pedagang yang menjual uang kuno mulai dari uang kertas maupun uang koin. Dan ada juga barang antik dengan dimensi kecil yang terbuat dari tembaga, maupun kuningan. Ada pula yang menjual pita kaset untuk menambah koleksi barang antik.

Yang namanya pasar pastinya harga yang ditawarkan beraneka ragam. Meskipun ada yang menawarkan dengan harga pas, namun tidak sedikit penjual yang menawarkan dengan harga yang mengharuskan pengunjung untuk menawarnya. Jadi lebih baik dipastikan terlebih dahulu, apakah harga yang diberikan oleh penjual dapat ditawar atau merupakan harga pas.

Untuk menuju lokasi Pasar Bringharjo tidaklah sulit. Tinggal mengikuti Jalan Malioboro maka sampailah kita di Pintu Barat Pasar Bringharjo. Bisa menggunakan kereta yang turun di Stasiun Tugu lalu diteruskan dengan Andong atau ojek online. Selain itu bisa juga menggunakan bus Trans Jogja via Jalan Malioboro, atau via Kantor Pos (Titik Nol Kilometer)

Kurang puas apalagi kalau sudah belanja di Pasar Bringharjo? Yuk, buruan borong…

Sabtu, 16 Maret 2024

Malioboro, Ikoniknya Kota Yogyakarta

 sumber foto : liputan 6.com 

Malioboro, 

Siapa yang tidak mengenalnya? Ketika mendengar kata “Malioboro” maka semua pikiran akan menuju Kota Yogyakarta. Ya, memang Malioboro adalah salah satu icon dari Kota Yogyakarta. Akan terbayang dalam ingatan, sebuah jalan raya yang membentang dari Stasiun Tugu Yogyakarta sampai Titik Nol Kota Yogyakarta yang mengarah ke Alun – Alun Utara Keraton Yogyakarta. 

Banyak versi yang menyatakan asal usul nama Malioboro. Mulai dari Bahasa Sansekerta yang berarti karangan bunga, hingga sebagai penghargaan untuk Jenderal Inggris sebagai Adipati Marlborough pada masanya. Adapula yang menyatakan kata Malioboro dalam filosofi Jawa yaitu sebagai “malio” dan “umboro” yang berarti berperilaku seperti wali dan mengembara untuk mencari pengetahuan dan pengalaman hidup. 

Terlepas dari bagaimana asal usulnya, Malioboro masih menjadi tempat wisata favorit di Kota Yogyakarta. Baik bagi warga asli Yogyakarta, ataupun pendatang baru, apalagi bagi perantau yang berasal dari Yogyakarta, pasti akan selalu rindu dengan Malioboro. Sehingga menjadikannya destinasi yang wajib dikunjungi ketika berada di Kota Yogyakarta. 

Untuk mencapai tujuan Jalan Malioboro sangatlah mudah. Jika menggunakan kereta api, silakan turun di Stasiun Tugu lalu keluar dari pintu Selatan (Pasar Kembang). Kemudian berjalan sekitar 200 meter ke arah Timur, dan sampailah di Jalan Malioboro paling ujung Utara. Selain itu Jalan Malioboro bisa ditempuh menggunakan ojek online maupun bus Trans Jogja. Bagi yang menggunakan kendaraan pribadi tersedia beberapa kantong parkir baik di Taman Parkir Abubakar Ali, Ngabean, dan juga di Malioboro Mall serta Ramai Mall. Sekarang sepeda motor dilarang parkir di sepanjang Jalan Malioboro, namun harus memanfaatkan kantong parkir tersebut. 

Jalan Malioboro sebenarnya dibuka selama 24 Jam alias bisa dilalui kapan saja. Hanya saja kondisinya pasti berbeda. Pada pagi hari sampai di bawah pukul 09.00 WIB, banyak pengunjung yang bersepeda sambil menikmati suasana pagi Jalan Malioboro. Kemudian mulai pukul 9.00 WIB hingga pukul 22.00 WIB Jalan Malioboro akan berada pada fungsi utamanya yaitu sebagai pusat perbelanjaan. Dengan lokasi yang terbentang sepanjang kurang lebih satu kilometer, tak salah ketika Malioboro disebut sebagai surga belanja.

Dahulu, selain pertokoannya, Malioboro sangat terkenal dengan pedagang kaki lima (PKL) yang menjajakan dagangannya dengan harga yang bervariasi. Jangan lupa bahwa untuk belanja di PKL, pengunjung wajib menawar untuk mendapatkan harga yang ideal. Namun sejak tahun 2022, PKL direlokasi ke bekas Gedung Pariwisata DIY (sebelah utara Malioboro Mall) dan Pusat UMKM yang berada di depan Pasar Beringharjo. Hal itu seiring dengan pembangunan pedestarian di Kawasan Malioboro. 

Selain pertokoan dan PKL, pengunjung dapat menikmati kuliner yang tersedia di Kawasan Jalan Malioboro. Beberapa kuliner legendaris yang ada adalah Lumpia Samijaya dan Pempek Ny. Kamto. 

Untuk mengenang Yogyakarta dan menambah koleksi foto, pengunjung dapat mencoba jasa foto yang tersedia di Jalan Malioboro lebih tepatnya di depan Gedung Kepatihan. Untuk menambah kesan Jawa, pengunjung dapat menyewa kebaya, kain jarik, surjan, blangkon dan selop kepada penyedia jasa foto. Perlengkapan yang disewakan tersedia untuk pria, wanita dan anak-anak. Lokasi foto berada di outdoor yaitu di beberapa spot cantik sepanjang Jalan Malioboro. 

Apabila pengunjung merasa capek berjalan kaki, maka bisa menggunakan andong untuk berkeliling. Dengan naik kereta beroda empat yang ditarik oleh seekor kuda, sangat terasa hembusan angin yang menerpa wajah. Sungguh menjadikan sensasi tersendiri. 

Pengunjung yang ingin bermalam, tidak perlu khawatir. Karena saat ini banyak sekali hotel dan penginapan yang tersedia di Jalan Malioboro. Salah satu yang paling legendaris adalah Hotel Inna Malioboro yang berada di sisi paling Utara Jalan Malioboro. Hotel ini dibangun pada tahun 1908 dengan nama Grand Hotel de Djogja. Kemudian beberapa kali berganti nama menjadi Asahi Hotel, Hotel Merdeka, Hotel Garuda, Nataour Garuda, Inna Garuda dan sekarang menjadi Grand Inna Malioboro. Sayangnya saat ini Hotel Grand Inna Malioboro sedang direnovasi untuk mencapai standar bintang 5 dan direncanakan dibuka kembali pada Bulan April 2024 dengan wajah dan merk baru. 

Tak perlu khawatir dengan penutupan sementara Hotel Grand Inna Malioboro, karena masih banyak hotel dan penginapan yang tersedia baik di ruas Jalan Malioboro, maupun di sekitarnya. 

Nah, dengan semua itu, tak heran jika Malioboro menjadi tempat wisata favorit di Yogyakarta. Yuk, buruan ke Jogja…

Nuansa Tempo Dulu di Pasar Pundensari

  Sumber foto : koleksi pribadi Mungkin nama Pasar Pundensari masih terdengar asing di telinga kita semua. Memang pasar ini terletak di Kabu...