Kamis, 28 Maret 2024

Sekelumit Cerita Dibalik Kebesaran Kraton Yogyakarta

 

sumber foto : https://terasmalioboro.jogjaprov.go.id/

Sebagai salah satu lokasi wisata favorit di Kota Yogyakarta, Kraton memberikan warna tersendiri di dunia pariwisata Yogyakarta. Objek yang disuguhkan di Kraton sungguh mengandung makna yang dalam tentang Kota Yogyakarta baik dari segi sejarah maupun budayanya.

Kraton Yogyakarta didirikan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono I pada tahun 1755 setelah munculnya Perjanjian Giyanti. Perjanjian Giyanti menyebutkan Kerajaan Islam Mataram dibagi menjadi dua yaitu Kasultanan Yogyakarta (dipimpin oleh Sri Sultan Hamengkubuwono) dan Kasunanan Surakarta (dipimpin oleh Susuhunun Paku Buwono). Perjanjian Giyanti dilanjutkan dengan Perjanjian Jatisari yang menghasilkan perbedaan tata cara berpakaian, adat istiadat, tarian, Bahasa, gamelan dan lain sebagainya bagi Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta. Kasultanan Yogyakarta memilih untuk tetap melanjutkan budaya Mataram, sementara Kasunana Surakarta menciptakan budaya baru.

Sebagai istana raja, tentu saja kraton memiliki beberapa jenis bangunan dengan fungsi yang berbeda-beda. Secara garis besar, komplek kraton terdiri dari alun-alun utara, pagelaran & sitinggil lor, kamandungan lor, srimanganti, kedhaton, kemagangan, kemagangan kidul, sitinggil kidul dan alun-alun selatan.

Pada tulisan kali ini yang akan saya sampaikan adalah bagian pagelaran dan sitinggil lor. Sesuai dengan tiket masuk area pertama. Pintu masuk pagelaran dan sitinggil lor berada mepet dengan alun – alun lor. Harga tiket masuknya adalah Rp.15.000,- untuk wisatawan domestik dewasa, dan Rp. 10.000,- untuk wisatawan domestik anak-anak (usia 2 sampai dengan 12 tahun). Untuk wisatawan mancanegara dewasa dikenakan HTM sebesar Rp. 25.000,- dan anak – anak sebesar Rp. 20.000,-

Area pertama yang bisa dikunjungi wisatawan adalah pagelaran. Pada area ini terdapat diorama mengenai tata busana dan adat istiadat raja. Mulai dari tata busana raja ketika masih kecil, ketika sudah dewasa. Terdapat juga tata busana raja dalam masing-masing kegiatan. Seperti kegiatan berburu, kegiatan menerima tamu, maupun kegiatan besar lainnya memiliki tata busana yang berbeda. Melihat diorama ini, pasti pengunjung akan berdecak kagum tentang keragaman budaya di Kraton.

Selanjutnya pengunjung akan memasuki area sitinggil lor. Namun sebelum menapaki anak tangga pertama, di sebelah kanan dan kiri terdapat dua patung abdi dalem dengan ukuran sebesar aslinya. Sangat menarik sebetulnya. Dengan kostum abdi dalem yang dikenakan, pose patungnya adalah duduk bersila. Satu patung di sebelah kanan dan satu patung di sebelah kiri. Akan tetapi, ternyata patung tersebut adalah abdi dalem yang bertugas sebagai eksekutor terpidana.

Patung yang mempunyai kumis tebal bernama Mertolulut. Mertolulut bertugas mengeksekusi hukuman berat seperti hukuman pancung maupun hukuman gantung. Sedangkan untuk hukuman ringan seperti potong jari, atau potong tangan dilakukan oleh abdi dalem Singonegoro. Patung Singonegoro letaknya bersebarangan dengan Mertolulut. Masih dengan ukuran, baju, dan posisi yang sama dengan Mertolulut yang membedakan Singonegoro dengan Mertolulut adalah tanpa kumis. Wah, ternyata tugas dua abdi dalem ini tidak main-main.

Mertolulut (sumber foto : mustanir.net)


Singonegoro (sumber foto : pinterest.com)

Setelah melewati dua patung abdi dalem, pengunjung akan diajak menaiki anak tangga menuju Sitinggil Lor. Sitinggil bisa diartikan sebagai tempat yang tinggi. Dari sitinggil ini, jika memandang lurus ke Utara, dapat terlihat Jalan Malioboro dan juga Tugu Yogyakarta. Tempat ini dahulu digunakan Sri Sultan sebagai tempat untuk memimpin proses atau acara resmi kerajaan.

Selain bangunan pagelaran dan sitinggil, komplek luar Kraton terdapat alun-alun utara dan Masjid Gedhe Kauman. Alun-Alun Utara bisa diartikan sebagai halaman depan Kraton Yogyakarta. Berupa lapangan terbuka dengan dua buah pohon beringin di tengahnya. Saat ini Alun – Alun Lor dikembalikan tatanannya seperti semula, yaitu dengan pagar yang mengelilinginya serta pasir Laut Selatan sebagai alasnya.

Masjid Gedhe Kauman merupakan tempat ibadah raja pada dahulu kala. Saat ini Masjid Gedhe Kauman dibuka untuk umum. Sehingga pengunjung bisa menunaikan ibadah sholat di sini. Pintu masuk masjid berada di sisi barat sebelah utara dari pintu masuk pagelaran.

Nah, itu adalah sekelumit cerita tentang Kraton bagian depan. Sebelum mengunjungi Kraton sebaiknya pengunjung membaca tentang sejarah Kraton. Sehingga ketika guide bercerita tentang segala sesuatunya, pengunjung bisa menerima dan tidak bingung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Nuansa Tempo Dulu di Pasar Pundensari

  Sumber foto : koleksi pribadi Mungkin nama Pasar Pundensari masih terdengar asing di telinga kita semua. Memang pasar ini terletak di Kabu...